2.23.2014

Ketika seseorang merindukan Sahabatnya



-         Ketika yang kau dengarkan tak mendengarkanmu

-          Ketika yang kau inginkan justru membuangmu

-          Ketika yang kau ceritakan tak pernah menceritakan

-          Ketika yang kau pedulikan justru tak memperdulikanmu

-          Ketika yang kau jaga perasaannya justru menyakitimu

-          Ketika yang sangat kau percaya tak mempercayaimu

-          Ketika yang kau tunggu tak pernah mau menunggumu

-          Ketika yang selalu kau rindukan justru melupakanmu

-          Ketika yang selalu kau perhatikan tak melihat ke arahmu

-          Ketika yang selalu kau hormati justru tak menghargaimu

-          Dan ketika yang selalu kau istimewakan justru tak menganggapmu ada





(Late Post)Banjarbaru, 21 Februari 2014
Disela-sela kerumunan kebosanan mata kuliah Mikrobiologi


2.14.2014

Surat di Hari Kasih Sayang



Untuk sahabatku-sahabatku tersayang.
Halo cantik, apa kabar? Aku harap kamu selalu baik-baik saja. Selamat hari kasih sayang yaa.
Sejujurnya aku gak tau apa tujuannya nulis beginian dan mungkin surat ini gak akan pernah kamu baca kecuali kamu mampir ke blog aku. Hmm...aku gak tau yah kapan persisnya kita mulai sahabatan tau-tau udah dekat aja trus nganggap soulmate. Eh tapi kita beneran soulmate yah ? kok aku sekarang ngerasanya beda yah? Kamu sendiri ngerasa gak sih ? atau mungkin ini Cuma perasaan aku aja karena terlalu peka?
Kamu bilang kita ber4 sahabat tapi aku ngerasanya beda yah. Kamu Cuma mau berbagi masalah kamu sama satu orang dan kamu seakan lupa kalau kamu punya 2 sahabat lain yang juga siap jadi pendengar setia kamu. Kadang sakit sih kalo harus tau masalah kamu pertama kali dari orang lain bukan dari kamu sendiri, jadi ngerasa ga ada gunanya aja jadi sahabat. Gunanya sahabat itu apa Cuma buat nemenin makan mie ayam, Cuma buat nemenin nonton bioskop, Cuma buat pelengkap figura foto kamu, atau Cuma buat formalitas supaya orang lain gak beranggapan kalo kamu kesepian?
Dari awal kita kan soulmatenya ber4 tapi kok aku ngerasa 4 itu Cuma kover yang sebenarnya kita berempat gak benar-benar soulmate, kita terpecah menjadi dua kubu yang sama-sama terjebak dalam suatu keadaan yang kemudian mau gak mau (terpaksa) mengakui kita berempat bersahabat. Kamu mau tau buktinya apa? Ada hal-hal kecil yang mungkin gak kamu sadari yang justru memperlihatkan pecahnya kita menjadi 2.
Hal pertama, setiap ada apa-apa kamu selalu berbagi hanya kepada orang yang sama tiap kalinya dan melupakan 2 orang lain yang kamu bilang sahabat, kamu juga seakan ga mau berbagi pada 2 orang lain itu. hal kedua, ketika kita makan yang tempat duduknya berhadapan dua-dua dari sejak awal kita dekat sampai detik ini posisi duduk kita gak pernah berubah. Hal yang ketiga, posisi kita saat boncengan motor selalu sama kaya posisi duduk di meja makan. 3 hal tadi mungkin Cuma sebagian kecil hal-hal paling menonjol dan mungkin ada hal-hal lainnya yang masih tersembunyi.
Akhir-akhir ini aku memang agak menghindar, aku menghindari pertemuan kita ber4, aku menghindari kebersamaan kita. Aku hanya takut berada dalam keadaan dimana aku merasa kesepian ditengah keramaian.
Kalau memang kamu juga merasa kita ber4 udah gak ada kecocokan lagi lebih baik ditegasin aja supaya aku sebagai orang yang selalu tau terakhir tentang keadaan kamu berhenti nunggu kamu berbagi masalah kamu ke aku. Karena aku gak mau jadi teman yang ada Cuma saat kamu bahagia, aku ingin jadi orang yang pertama kali ngasih bahunya ketika kamu nangis dan aku ingin jadi orang yang genggam tangan kamu ketika kamu jatuh.
Ah, mungkin aku terlalu banyak protes dan masalah ini juga pernah kita bicarakan tapi ya sekarang terulang lagi. aku cuma ingin kamu melihatku sambil tersenyum dan mulai bercerita tentang masalahmu.
Aku selalu mengharapkan sedikit perubahan, perubahan posisi duduk misalnya.
Aku selalu merindukan kamu yang dulu. Aku merindukan tawa lepaskita. Aku menginginkan kita yang dulu.                                                                                                                                       
Banjarbaru, 14 Februari 2014
Beberapa menit sebelum berakhirnya hari kasih sayang :)

9.11.2013

Cinta untuk Sahabat


“cha..icha..kita satu kelas nih”
“waah..seriusan?”
“iya laah, kapan aku pernah bohong sama kamu?”
“hmm…bakalan seru dong jadinya”
“iyaalah, kan nanti kita bakalan lebih sering sama-sama”, ucap Dimas sambil mengacak-acak rambutku.
“ih..Dimas, apaan sih”
Aku paling tidak suka bila ada yang merusak rambutku, tapi entah kenapa tidak bila dengan Dimas. Aku bahkan selalu merindukan ia melakukan hal itu kepadaku. Dan kali ini, Tuhan memberiku kesempatan untuk bisa lebih sering melihatnya.
Keakraban kami dimulai karena lagu. Lagu yang aku suka dan ternyata juga disukainya. Aliran musik yang aku suka juga disukainya. Berawal dari hal kecil yang tak pernah di duga, hingga menghasilkan perasaan seperti ini. Perasaan ini ‘mungkin’ oleh sebagian orang disebut ‘cinta’.
“halo, kenapa Dim ?”
“eh..kamu udah ngerjain PR dari bu Rani belum?”
“udah, kenapa?”
“aku belum nih, ga ngerti soalnya. Ajarin aku dong, aku ke rumah kamu sekarang ya”
“i..iya, datang aja. Aku tunggu”
Setelah mematikan handphone aku bergegas membuka lemari pakaian dan sibuk mencari baju ganti. Rasanya tidak ada yang pas yang harus digunakan.
“loh..kok aku jadi gini, ngapain sih ribet sendiri kaya gini. Cuma mau ketemu Dimas kan?”
Akhirnya aku membatalkan mengganti baju dan berdandan seadanya. Tak lama kemudian Dimas datang, seperti biasa dengan senyumnya yang ‘manis’.
“masuk Dim”
“aku liat punya kamu aja ya cha, tiba-tiba malas belajar nih”
“yee..katanya tadi mau belajar”
“ayolah cha, pliss. Demi aku ini”
“iya deh iya, nih cepetan kerjain”
Disaat-saat kaya ini bagi aku adalah ‘quality time’ sama Dimas. Dan aku selalu saja berharap suapaya waktu bisa berenti agar aku bsa lebih lama sama Dimas. Tapi sayang hal itu ga mungkin terjadi, karena pada kenyataannya setiap kali aku sama Dimas waktu selalu aja lebih cepat dari biasanya, bahkan sangat cepat.
“cha, aku lagi ada masalah keluarga nih. Galau banget akhir-akhir ini”
“jangan diseriusin loh galaunya, kita bentar lagi kan mau UTS”
“terus gimana dong, pikiran aku jadi ga tenang”
“sholat tahajud aja, buat nenangin pikiran”
“susah kebangunnya , cha”
“ya udah ntar aku bangunin deh sampai kamu bangun”
“iya deh kalo gitu. Makasih ya, kamu emang temen paling baik deh sedunia”
“mulai deh mulai lebaynya. Cepet kerjain aja tuh”
“siaap bu, laksanakan”
Tengah malam, seperti janjiku sebelumnya kepada dimas aku membangunkannya untuk sholat tahajud. Tak ku hiraukan rasa kantukku, aku rela untuk bangun tengah malam membangunkannya dan ikut sholat tahajud bersamanya. Mendengar ‘suara’ bangun tidurnya yang terdengar begitu lucu. Tergores sebuah senyuman diwajahku ditengah malam itu.
Aku semakin yakin, sepertinya aku memang benar-benar jatuh cinta kepada Dimas. Aku tak tau perasaan ini dimulai sejak kapan, aku bahkan tak tahu alasan apa yang membuat aku jatuh cinta kepadanya. Yang aku tahu hanyalah aku mencintainya.
“pagi ichaku”, sapa Dimas dengan tersenyum lebar
“ichaku? Sejak kapan aku jadi punyanya kamu?”.
“hehe…aku lagi bahagia nih”
“ciyee..traktiran dong, bahagia kenapa?”
“hmm..makan mulu yang dipikirin. Aku lagi suka sama cewe”
“siapa?”
“kamu tau ko orangnya, dia deket soalnya sama aku dan aku rencananya mau nembak dia”
“ih..siapa sih?”
Dimas tak menjawab pertanyaanku, dia tersenyum sambil menatapku dan lalu meninggalkanku dengan segudang tanda tanya. Entah ini Cuma perasaanku saja atau memang demikian, tatapan Dimas tadi membuat aku GR. “apa jangan-jangan cewe itu aku ya?”
Kejadian pagi itu selalu saja teringat olehku, mungkin cewe yang dimaksud memang aku. Lalu apa yang harus aku lakukan, apa aku harus bilang sama Dimas. Tiba-tiba saja Dimas menelponku…
“cha, dimana? Ketemuan yuk ada yang pengen aku kasih tau”
“iyaa, aku juga mau ngomong sesuatu sama kamu. Dimana?”
“ditempat biasa yaa, aku tunggu”
“okee”
Kata-kata Dimas secara tidak langsung memunculkan argumen-argumen dikepalaku. Apa Dimas mau bilang kalau…ah kita liat aja nanti. Mungkin memang ini saatnya aku bilang sama Dimas.
Aku tiba di kafe tempat biasa kami bertemu dan melihat Dimas sudah ada disana menungguku. “sory ya telat”.
“gak apa-apa ko”
“mm..kamu mau bicara apa?”, aku memberanikan bertanya
“eh..tapi tadi kamu juga mau ngomong kan, kamu aja duluan”
“ngga ah, kamu aja kan yang duluan bilang kamu”
“ya udah deh kalo gitu. Cha, kamu tau kan cewe yang aku bilang kemarin yang aku suka”
“iyaa…terus?”
“kamu mau tau dia siapa?”
“ya iyalah, aku kan penasaran”
“cewe itu Dinda dan aku udah jadian sama Dinda tadi sore”
Ternyata Dinda dan bukan Icha perempuan yang dimaksud Dimas. Bukan aku.
“hey..ko  diam aja, kasih selamat dong. Ga senang ya temennya bahagia?”
“eh..maaf, aku Cuma ga nyangka aja. Selamat yaa aku bahagia ko kalo kamu bahagia”
“terus kamu mau bilang apa, cha?”
“ngga jadi, aku lupa. Udah lupain aja ga penting ko”
“ooh..gitu, terus aku besok mau ngedate loh sama Dinda…..
Dimas terus bercerita tentang Dinda dengan penuh semangat sampai-sampai dia tak menyadari bahwa ada yang terluka mendengar ceritanya bahagianya. Ada yang menyembunyikan tangisnya dibalik senyumnya yang manis agar tidak merusak kebahagian baru orang yang dicintainya. Ada yang tetap setia mendengarkan cerita tentang kebahagiannya padahal perasaannya begitu terluka. Ada yang begitu banyak berkorban agar orang yang dicintainya bahagia.
Aku memilih untuk menyimpan perasaanku sendiri agar tidak merusak kebahagiaanya. Dinda mungkin yang terbaik untuk Dimas, mereka serasi. Bukankah mencintai itu tak perlu harus memiliki, ya kan??
“cha, kita sekarang jadi jarang sama-sama yah?”
“kamu tuh yang sibuk punya pacar baru jadinya lupa deh sama aku”
“ih…kamu marah ya?”
“hahhaa..becanda kale, aku maklum ko kan pacar bayuu”
“syukur deh. Kok aku ngerasa kalo Dinda tuh agak cuek yah sama aku?”
“cuek gimana?”
“yaa..dia ga pernah bilang kangen gitu sama aku”
“yaa..wajarlah cewe kan gitu, gengsinya selangit. Yang dimulut pasti beda sama hatinya”.
“ooh…gitu yaaah, ribet yah jadi cewe”
Yaa…Dimas selalu bercerita tentang hubungannya dengan Dinda kepadaku, dan aku dengan bodohnya selalu mendengarkan seolah-olah tak terjadi apapun. Ingin sekali rasanya aku berteriak kepadanya dan mengatakan kalau aku cemburu mendengarnya. Tapi hal itu tak mungkin kulakukan, mungkin orang lain akan menganggapku bodoh bila tau perasaanku yang sebenarnya, mungkin diam tak selalu salah, diam adalah yang terbaik sekarang agar aku tak sampai melukai perasaan orang lain. Aku hanya ingin dia bahagia meskipun bukan denganku.
Aku pernah menganggap cinta itu bodoh. Kenapa kita harus merelakan banyak hal untuk orang lain, mengapa kita harus menahan air mata untuk orang lain. Dan sekarang aku merasakannya sendiri dan aku menemukan jawaban atas pertanyaan tersebut.
Ketika memikirkan seseorang yang mungkin tak memikirkan kita. Ketika menangisi seseorang yang mungkin tak pernah menangisi kita. Ketika menyebut namanya dalam doa padahal ia tak pernah menyebutmu dalam doanya. menurutku cinta adalah bukan seberapa besar kamu menerima tapi seberapa besar kamu memberi, memberi, dan memberi. Mungkin itu yang disebut cinta, rela melakukan banyak hal untuk orang lain. Kalau ada yang bilang “cinta tak perlu pengorbanan, ketika kau mulai merasa berkorban saat itu juga cintamu akan hilang”, aku setuju dengan kalimat tersebut. Menurutku cinta memang tak memerlukan pengorbanan karena cinta adalah pengorbanan itu sendiri. Ketika kamu mulai mencintai seseorang maka saat itu juga tanpa disadari kamu mulai mengorbankan sedikit demi sedikit sesuatu yang kamu miliki. Dan cinta itu akan luntur ketika kamu mulai mengungkit pengorbanan tersebut.


Banjarbaru, awal September 2013

8.15.2013

Yang Terbaik


“Ta, kamu masih ingat ga sama Tante Dian?”, tanya mamah.
“masih, kenapa mah?”
“gini loh, Tante Dian itu kemaren cerita kalau dia mau kamu sama anaknya aja”
“maksudnya?”
“kan Dimas itu sekarang udah kerja, Tante Dian itu ngerasa kamu cocok buat Dimas dan dia mau kamu jadi menantunya”.
“terus mamah bilang apa sama Tante Dian?”
“mamah bilang aja ‘Insya Allah kalau jodoh pasti ga kemana’. Lagian kalo menurut mamah kan bisa aja sambil jalan”.
“mah..Tita baru semeter 4 mamah udah ngomongin nikah aja”
“yaa..mamah Cuma pengen yang terbaik aja buat kamu”.
Well…di jaman yang udah serba canggih gini ternyata masih aja ada orangtua yang jodoh-jodohin anaknya dengan alasan untuk kebaikan anaknya sendiri. kaya Siti Nurbaya tapi di abad milenium. Sebenarnya itu untuk kebaikan anaknya atau orangtuanya? Karena kan secara ga langsung yang memilih pasangan hidup bukan anaknya tapi orangtua mereka, padahal yang ngejalanin kan bukan orangtua.
Sejak percakapan itu mamah selalu saja menceritakan tentang Dimas, mungkin niatnya supaya aku tertarik tapi sayang aku tak tertarik sedikitpun dengan cerita mamah.
“emangnya Dimas itu mau gitu sama aku?”
“belum pasti sih, tapi kayanya Dimas nurut aja tuh sama Tante Dian. Daripada kamu pacaran sana sini ga jelas gitu”
“ga jelas apanya??”
“lah itu yang kemaren ga direstuin sama keluarganya, yang sekarang suka banget bikin kamu nangis. Kaya drama aja yang dikit-dikit mewek”
“tapi kan ini hidup Tita bukan hidupnya mamah”
“mamah selama ini selalu ngebiarin kamu ngambil keputusan sendiri, mamah kasih kebebasan kamu mau sekolah dimana, mamah juga ga ngelarang kamu buat ngambil jurusan yang kamu suka, dan mamah ga pernah ngelarang kamu buat ngejar cita-cita kamu. Sekali ini aja mamah mau kamu ngikutin keputusan mamah”
Yang mamah bilang emang bener, tapi ini hidup aku. Aku berhak memilih yang terbaik buat hidup aku. Apa semua orangtua seperti itu? Mereka selalu mengganggap merekalah yang tau apa yang terbaik untuk anaknya. Kadang aku merasa mereka seperti Tuhan, mereka merasa tau apa yang terbaik untuk oranglain padahal yang tau apa yang terbaik adalah orang yang menjalaninya sendiri.
“nanti sore keluarga Dimas ke sini, mama harap kamu bisa jaga sikap. Oh..iya, mamah mau kamu sudahi saja hubungan pacarmu itu”
“loh…ko jadi gitu sih? Lagian aku juga belum kenal baik sama dimas, aku ga tau orangnya seperti apa”
“kalian juga ga bakalan langsung nikah, tapi tunangan dulu sampai kamu selesai kuliah. Cinta bisa datang dengan sendirinya kalau kamu udah terbiasa”
“mah..nikah itu bukan masalah gampang. Nikah itu ibadah”
“ngebahagiaan orangtua juga ibadah kan? Mamah Cuma pengen ngeliat kamu bahagia sebelum, kamu tau kan penyakit mamah udah menyebar dan harapan hidup lebih lama itu kecil. Mamah janji, ini permintaan terakhir mamah sama kamu”
Aku tak bisa berbuat banyak, aku sangat menyayangi mamah. Aku pun mengikuti kemauan mamah meskipun aku terluka, ini demi mamah. Kuputuskan hubungan dengan kekasihku dan kuikuti acara perjodohan itu hingga kami bertunangan. Sebenarnya bukan orangtua yang tau apa yang terbaik untuk anaknya, tidak juga anak itu sendiri yang tau apa yang terbaik untuk dirinya tapi Tuhanlah yang tau apa yang terbaik untuk umatnya. apa yang aku ingkan mungkin bertentangan dengan apa yang harus ku jalani sekarang, tapi percayalah Tuhan tidak akan memberikan apa yang kamu inginkan tapi Tuhan memberikan apa yang kamu butuhkan. yang aku inginkan belum tentu yang terbaik untukku bukan?
Ketika mamah merasa Dimas yang terbaik untukku, mungkin itu juga yang Tuhan berikan yang terbaik untuk hidupku. Tuhan yang menentukan jalan kehidupan seseorang bak sutradara. God is a Director and I’m an Actor.